MOHON MAAF LAHIR BATHIN
Taqobbalalloohu minnaa wa minkum ; ja’alanalloohu minal
‘aa-idiina wal faa-iziina, wal maqbuuliin(a).
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
TEGUH KIYATNO SEKELUARGA
Halal Bi
halal =
Prolog =
Iedul Fithri Paska Shiyam Ramadhan :
Biasanya pasca
idul fitri sebagian umat Islam di Indonesia mengadakam acara halal bi
halal,yaitu acara silaturrahmi dan ajang saling maaf memaafkan. Hal itu
dipandang perlu demi mencapai kesempurnaan ketaqwaan kepada Allah swt. Yang
mana ketaqwaan kepada Allah tersebut akan sempurna dengan menjalankan hubungan
vertikal (hablum minallah) dan hubungan horizontal (hablum minannas).
1. Hubungan vertikal adalah dengan melaksanakan
puasa Ramadhan sebagaimana firmannya ;
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ
ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ
ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
Dan hadits menyebutkan ;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه البخارى
ومسلم
2. Hubungan horizontal adalah dengan saling
memaafkan sebagaimana firman-Nya;
ﻭَﺃَﻥْ ﺗَﻌْﻔُﻮﺍ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﻟِﻠﺘَّﻘْﻮَﻯٰ
ۚ
dan pemaafan kamu itu lebih
dekat kepada takwa (al-baqarah;237)
HR : Shil man qotho’aka ; wa a’thi man haromaka ; wa’fu
‘amman zholamaka.
Eratkan hubungan dengan orang
yang memutuskan hubungan denganmu; Berilah orang yang menghalangi pemberiannya
kepadamu ; Dan ampunilah orang yang menganiayamu
Nash Pemaafan =
HR Imam AthThoyaalisy dari Annas ra: Azh zhulmu
tsalaatsatun : fazh zhulmun laa yaghfiruhulloohu, wa zhulmun yaghfiruhulloohu,
wa zhulmun laa yatrukuhu. Fa ammazh zhulmul ladzii laa yaghfiruhu fa asy
syirku. Qoolalloohu ta’aalaa : innasy syirka zhulmun ‘azhiim /luqman 13/
; wa ammazh zhulmul ladzii yaghfiruhulloohu fa zhulmul ‘ibaadi anfusihim fiima
bainahum wa baina robbihim; wa ammazh zhulmul ladzii laa yatrukuhu fa zhulmul
‘ibaadi ba’dhuhum ba’dhon hatta yudiina li ba’dhihim mim ba’dhon.
(Kezaliman ada 3 : kezaliman yang tidak diampuni, yang dapat diampuni, yang
belum diampuni. Kezaliman yang tidak dapat diampuni adalah menyekutukan Allooh.
Berfirman Allooh SWT : sesungguhnya syirik adalah perbuatan aniaya yang
besar;sedangkan perbuatan aniaya yang dapat diampuni oleh Allooh SWT adalah
perbuatan aniaya yang dilakukan hamba Allooh terhadap dirinya sendiri yang
berkaitan antara mereka dengan Tuhan mereka ; Adapun perbuatan aniaya yang
tidak dibiarkan begitu saja olehNya adalah perbuatan yang dilakukan hamba
Allooh diantara sesamanya sampai sebagian diantara mereka membalaskan perbuatan
aniaya terhadap sebagian yang lain)
HR Imam Bukhori Muslim dari Ibnu Umar: azh zhulmu
zhulumaatun yaumul qiyaamati. (penganiayaan merupakan kegelapan pada hari
kiamat).
Al Muflisun (Orang yang Bangkrut /
Pailit)
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : Tahukah kalian
siapakah orang yang bangkrut ( pailit ) itu ? Maka mereka ( para sahabat )
menjawab : orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai
uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan :
orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya)
dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan
harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah
memukul orang lain ( dengan tidak hak ), maka si ini diberikan kepadanya
kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian
juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya
( kepada orang lain ), maka kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu
dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (( HR. Muslim 2581))
Pemaafan itu dapat diimplementasikan dalam bentuk
meminta kehalalan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ
لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ
قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ
مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ
صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
Man kaanat lahu
mazhlumatun liahadin min ‘irdhihi au syai-in falyatahallalhu minhu alyauma qabla an laa yakuuna
diinarun walaa dirhamun; in kaana lahu ‘amalun shaalihun ukhidza
minhu biqadri mazhlumatihi, wain lam takun lahu hasanaatun ukhidza min
sayyiaati shaahibihi fahumila ‘alaihi.” 5
“Dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kesalahan berupa harga
diri atau sesuatu kepada saudaranya, maka hendaknya ia meminta kehalalannya kepada orang tersebut
sekarang ini, sebelum terjadi suatu hari di mana dinar dan dirham tidak berlaku
(hari kiamat). Apabila ia mempunyai amal shaleh, maka akan dibayarkan kepada
saudaranya itu sesuai dengan kesalahannya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan,
maka ia akan dibebankan kesalahan-kesalahan saudaranya itu.” (HR. Bukhari).
Makna =
Halalun bi halalin :
1.
thalabu
halâl bi tharîqin halâl; mencari kehalalan dengan cara yang halal.
2.
halâl
“yujza’u” bi halâl; kehalalan dibalas dengan kehalalan
hukum qishâs “anna al-nafsa bi al-nafsi, wa al-‘aina
bi al-‘aini; sesungguhnya jiwa dibalas dengan jiwa dan mata dibalas dengan
mata” (QS. Al-Maidah: 45).
Pemaafan itu dapat diimplementasikan dalam bentuk
meminta kehalalan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ
لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ
قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ
مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ
صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
Man kaanat lahu
mazhlumatun liahadin min ‘irdhihi au syai-in falyatahallalhu minhu alyauma qabla an laa yakuuna
diinarun walaa dirhamun; in kaana lahu ‘amalun shaalihun ukhidza
minhu biqadri mazhlumatihi, wain lam takun lahu hasanaatun ukhidza min
sayyiaati shaahibihi fahumila ‘alaihi.”
“Dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kesalahan berupa harga
diri atau sesuatu kepada saudaranya, maka hendaknya ia meminta kehalalannya kepada orang tersebut
sekarang ini, sebelum terjadi suatu hari di mana dinar dan dirham tidak berlaku
(hari kiamat). Apabila ia mempunyai amal shaleh, maka akan dibayarkan kepada
saudaranya itu sesuai dengan kesalahannya. Apabila ia tidak memiliki kebaikan,
maka ia akan dibebankan kesalahan-kesalahan saudaranya itu.” (HR. Bukhari).
Sejarah
=
Penggagas istilah “halal
bi halal” ini adalah KH. Wahab Chasbullah kepada pada dipertengahan bulan Ramadhan tahun 1948
kala Bung Karno memanggil beliau ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan
sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang saat itu tidak sehat
(konflik internal disintegrasi bangsa). Kyai
Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahmi,
sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan
bersilaturrahmi. Lalu Bung Karno menjawab, “Silaturrahmi kan biasa, saya ingin
istilah yang lain”. “Itu gampang”, kata Kyai Wahab. “Begini, para elit politik
tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu
kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus
dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling
menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah “halal bi
halal”, jelas Kyai Wahab.
Dari saran kyai Wahab
itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang
semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi
yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka bisa duduk dalam
satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung
Karno menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga
masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut
para ulama. Jadi, Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kyai
Wahab menggerakkan warga dari bawah. Jadilah Halal bi Halal sebagai kegiatan
rutin dan budaya Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang.
Sebenarnya kegiatan seperti
halal bi halal itu sendiri sudah ada sebelumnya (masa wali songo sebagai media
dakwah shilaturohim & birul walidain kemudian juga pada masa perjuangan RM
Said (Pangeran Sambernyawa) melawan penjajahan sungkeman untuk 3 hal shilaturohim
birul wali dain; memohon maaf & menghrap doa restu yang kemudian berlanjut
kala beliau bertahta sebagai , yaitu dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I zaman
Kasultanan Mataram Islam Jogja sebagai pertemuan antara Raja dengan para
punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit
dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Kemudian budaya
seperti ini ditiru oleh masyarakat luas bahkan juga digunakan para tokoh
pergerakan sebagai media berkomunikasi & berinteraksi satu sama lain.
Tapi istilah “halal bi
halal” ini secara nyata dicetuskan oleh KH. Wahab Chasbullah dengan analisa
pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah: mencari penyelesaian masalah
atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Atau
dengan analisis kedua (halâl “yujza’u” bi halâl) adalah: pembebasan kesalahan
dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.
Plus : tradisi ketupat
Luberan. Bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran
bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib
dilakukan umat islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Leburan. Maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada
momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat
islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan. Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat
yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun poemutih dinding. Maksudnya
supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Nash Halal Bi halal :
Gema wahyu Ilahi =
QS
Ali Imron : 131 - 138
130. Yaa ayyuhal ladziina aamanuu, laa ta’kulur
ribaa adh’aafam mudhoo’afataw ~ wa taquulooha la’allakum tuflihuun.
[3.130] Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.
131. Wat taqun naarol latii u’iddat lil
kaafiriin.
[3.131] Dan peliharalah dirimu dari api
neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.
132. Wa athii’ullooha wa rosuula ~ la’allakum
turhamuun.
[3.132] Dan taatilah Allah dan Rasul,
supaya kamu diberi rahmat.
133. Wa saari’u ilaa maghfirotim mir robbikum wa
jannatin ‘ardhuhas samaawatu wal ardhu u’iddat lil muttaqiin
[3.133] Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. Alladziina yunfiquuna fis saroo-i wadh
dhoroo-i, wa kaazhimiinal ghoizho, wal ‘aafina ‘anin naas(i). Walloohu yuhibbul
muhsiniin.
[3.134] (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
135. Wal ladziina idzaa fa’aluu faahisyatan au
zholamuu anfusahum~ dzakarullooha, fastaghfaruu li dzuunubihim. Wa may
yaghfirudz dzuunuba illallooh(u) ? Wa lam yushiruu ‘alaa maa fa’aluu wa hum
ya’lamuun.
[3.135] Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
136. Ulaa-ika jazaa-uhum maghfirotum mir
robbihim wa jannaatun tajrii min tahtihal anhaaru, khoolidiina fiihaa wa ni’mal
ajrul ‘aamiliin.
[3.136] Mereka itu balasannya ialah ampunan
dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang
mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.
137. .Qod kholat min qoblikum sunanun ~ fa siiruu
fil ardhi ; fan zhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin.
[3.137] Sesungguhnya telah berlalu sebelum
kamu sunnah-sunah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
138. Haadzaa bayaanul lin naasi wa hudaw wa
mau’izhotul lil muttaqiin.
[3.138] (Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa
In arodta antabiqosh shiddiqiina : fashil man
qotho’aka, wa’thi man haromaka, wa’fu ‘amman zholamaka
Jika kamu ingin melebihi tingkatan orang shidiqin
(benar) sebaiknya sambunglah tali shilaturahim kepada yang memutuskan
hubungannya, memberi kepada orang yang tidak mau memberi dan memaafkan orang
yang menzalimimu.
Al kholqu ‘iyaalulloohi
kulluhum wa ahabbahum ilalloohi anfa’uhum li ‘iyaalihi
Semua makhluk adalah keluarga Allooh, dan yang paling
dicintai Allooh diantara makhluk tersebut adalah yang paling bermanfaat bagi
keluargaNya.
TAQWA =
yaa ayyuhaa nnaasu
innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum
syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'indallaahi atqaakum innallaaha
'aliimun khabiir
[49:13]
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hadits nawawi no. 24
يَا
عِبَادِي: إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ
مُحَرَّماً فَلاَ تَظَالَمُوا. يَا عِبَادِي: كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ
هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ. يَا عِبَادِي: كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ
مَنْ أَطْعَمْتُهُ، فَاسْتَطْعَمُونِي أَطْعِمْكُمْ. يَا عِبَادِي: كُلُّكُمْ
عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ. يَا عِبَادِي:
إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعاً، فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ. يَا عِبَادِي: إِنَّكُمْ لَنْ
تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّونِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي. يَا
عِبَادِي: لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا
عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي
شَيْئاً. يَا عِبَادِي: لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ
وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا نَقَصَ
ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي: لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ
وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ، فَسَأَلُونِي،
فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ، مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي
إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ. يَا عِبَادِي:
إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ، ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا،
فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ، وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ
يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
`An Abi Dharri l-Ghifari Radi Allah `Anhu
`Anin Nabiyyi Salla Lahu `alayhi wa sallam, fima yarwihi `an Rabbihi `Azza wa
Jal annahu Qal :"Ya
`Ibadi : Inni harramtu dhulma `ala nafsi wa jahaltuhu baynakum muharraman
fala tadhalamu. Ya `Ibadi : Kullukum Dhallun ila man hadaytuhu
fastahduni ahdikum. Ya `Ibadi : Kullukum Ja-ihun illa man at`amtuhu
fastat`imuni ut`imkum. Ya `Ibadi : Kullukum `Arrin illa man kasawtuhu,
fastaksuni aksukum. Ya `Ibadi : Innakum tukhti-una bil-layli wa n-nahari wa ana
aghfirudh-dhunuba jami`an fastaghfiruni, aghfir lakum. Ya `Ibadi: Innakum lan
tablughu dhurri fatadhurruni wa lan tablughu naf`i fatanfa`uni. Ya `Ibadi : Law anna awalakum wa akhirakum wa
insakum wa jinnakum kanu `ala atqa qalbi rajulin wahidin minkum ma zada
dhalika fi mulki shay an. Ya `Ibadi : Law anna awalakum wa akhirakum wa insakum
wa jinnakum kanu `ala afjari qalbi rajulin wahidin minkum, ma naqasa
dhalika min mulki shay an. Ya `Ibadi : Law anna awalakum wa akhirakum wa insaku
wa jinnakum qamu fi sa`idin wahidin fasa aluni fa a`taytu kulla wahidin
mas alatahu, ma naqasa dhalika mimma `indi illa kama yanqusu l-Mikhyatu idha
udkhilal-Bahr.
Ya `Ibadi :
Innama hiya a`malukum uhsiha lakum, thumma uwaffikum iyaha, fa man
wajada khayran fa l-yahmadillah, wa man wajada ghayra dhalika fala
yalumanna illa nafsah"
Hadis
riwayat al-lmam Muslim.
Daripada Abu
Zar al-Ghifari r.a. daripada Rasulullah SAW berdasarkan apa yang diriwayatkan
oleh Baginda daripada Allah SWT bahawa Dia berfirman:
Wahai
hamba-hambaKu! Sesungguhnya aku mengharamkan ke atas diriKu kezaliman dan Aku
jadikannya di kalangan kamu sebagai suatu perkara yang diharamkan, maka
janganlah kamu saling zalim-menzalimi.
Wahai
hamba-hambaKu! Kamu semua sesat kecuali orang yang Aku hidayatkannya, maka
hendaklah kamu meminta hidayat dariKu.
Wahai
hamba-hambaKu! Kamu semua lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka
hendaklah kamu meminta makan daripadaKu nescaya Aku akan berikan kamu makan.
Wahai
hamba-hambaKu! Kamu semua telanjang kecuali orang yang Aku berikannya pakaian,
maka hendaklah kamu meminta pakaian daripadaKu nescaya Aku akan berikan kamu
pakaian.
Wahai
hamba-hambaKu! Sesungguhnya kamu bersalah siang dan malam dan Aku mengampunkan
semua dosa, maka mintalah keampunan daripadaKu nescaya Aku akan ampunkan kamu.
Wahai
hamba-hambaKu! Selama-lamanya kamu tidak akan mampu memudharatkan Aku sehingga
kamu boleh memudharatkan Aku.
Wahai
hamba-hambaKu! Dan selama-lamanya kamu tidak akan mampu memberi manfaat kepada
Aku sehingga kamu boleh memberi manfaat kepada Aku.
Wahai
hamba-hambaKu! Sekiranya orang-orang yang terdahulu dan terkemudian dari kamu,
manusia dan jin di kalangan kamu, sekiranya mereka semua mempunyai hati
bertaqwa umpama hati orang yang paling bertaqwa di kalangan kamu, nescaya hal
itu tidak menambahkan apa-apapun dalam kerajaanKu.
Wahai
hamba-hambaKu! Sekiranya orang-orang yang terdahulu dan terkemudian dari kamu,
manusia dan jin di kalangan kamu, sekiranya mereka semua mempunyai hati jahat
umpama hati orang yang paling jahat di kalangan kamu, nescaya hal itu tidak
mengurang-cacatkan apa-apapun dalamkerajaanKu.
Wahai
hamba-hambaKu! Sekiranya orang-orang yang terdahulu dan terkemudian dari kamu,
manusia
dan
jin di kalangan kamu, sekiranya mereka semua berhimpun di suatu tempat, lalu
mereka meminta daripadaKu (iaitu meminta sesuatu pemberian), lantas Aku
kurniakan setiap orang dari kalangan mereka permintaannya, nescaya hal itu
tidak mengurangkan sedikitpun apa-apa yang ada di sisiKu kecuali umpama
berkurangnya air laut apabila dicelupkan sebatang jarum.
Wahai
hamba-hambaKu! Bahawa sesungguhnya hanya amalan kamu yang Aku akan
perhitungkannya bagi kamu, kemudian Aku sempurnakan pembalasannya. Maka
barangsiapa yang mendapat kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan
barangsiapa yang mendapat selain kebaikan, maka janganlah dia mencela kecuali
mencela dirinya sendiri.